ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Tinjauan Hukum Atas Penyelesaian Prestasi Terhadap Isi Perjanjian Dari Beberapa Para Pihak dalam Hukum Perdata

BANDAR LAMPUNGDAERAHHUKUMDari Redaksi Diedit 30 Des 20196

Studi Perkara Nomor : 170/Pdt.G/2018/PN.Tjk, Jo Perkara Nomor: 34/PDT/2019/PT.TJK

Penulis: Suci Permata Muli, Annisa Putri Lestariawan, Angra Adinda LaraKasih dan Yohana Ria Enjelina

(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung)

BANDAR LAMPUNG tirasnusantara.com – Di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sering terjadi peristiwa hukum baik yang dilakukan oleh subjek hukum secara sendiri atau dengan pihak lain. Peristiwa hukum yang dilakukan sendiri oleh subjek hukum biasanya berupa hadiah, hibah, sementara yang dilakukan oleh subjek hukum dengan pihak lain biasanya dalam bentuk perjanjian sewa menyewa dan jual beli. Oleh karena itu peristiwa hukum ini akan berdampak pada akibat hukum, maka untuk menjamin kepastian hukum dalam negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental, maka harus dibuatkan perjanjian yang berbentuk tertulis.

Perjanjian dalam hal ini, dapat dilakukan antara satu orang atau lebih dengan menitikberatkan kepada kepentingan Para Pihak berdasarkan asas kebebasan berkontak dan Pacta Sunt Servanda (aggrements must be kept).

Perjanjian di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yakni dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menjelaskan “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dengan demikian perjanjian itu hanya dapat terjadi antara dua belah pihak atau lebih dengan menimbulkan hak dan kewajiban antar pihak.

Masih terkait dengan perjanjian, di dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata menentukan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian yakni “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang diperkenankan”.

Dengan diaturnya syarat sah sebuah perjanjian, maka para pihak yang jumlahnya dua atau lebih dapat melakukan perjanjian dengan mengedepankan asas kebebasan berkontrak, sehingga apapun yang menjadi kesepakatan maka menjadi sebuah Undang-Undang bagi Para Pihak yang membuatnya, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menjelaskan “semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua bela pihak atau karena laasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksankaan dengan itikat baik”.

Pada kesempatan ini penulis ingin melakukan analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Register Perkara Nomor. 170/Pdt.G/2018/PNTJK Jo Register Perkara Nomor: 34/PDT/2019/PT.TJK, dengan Amar Putusan menerima permohonan Banding dari Pembanding/semula Penggugat; Menguatkan Putusan Pengadilan Tanjung Karang Tanggal 12 Februari 2019, Nomor :170/Pdt.G/2018/PN.TJK yang dimohonkan Banding tersebut dan Menghukum Pembanding/semula Penggugat untuk membayar seluruh ongkos perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat Banding ditetapkan sebesar Rp 150.000 (Seratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Putusan sebelumnya yakni register perkara nomor: 170/Pdt.G/2018/PN.TJK dengan amar yakni dalam eksepsi: menolak eksepsi Tergugat seluruhnya dan dalam pokok perkara Menolak gugatan Penggugat seluruhnya dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp 946.000,00 (Sembilan Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah).

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka di dalam proses jual beli objek berupa tanah di atas, terdapat 3 (tiga) perjanjian para Pihak yakni Pertama, Surat Perjanjian Kerjasama Tanggal 8 Juli 2008 untuk mengurusi pembiayaan perkara Perdata Nomor: 09/Pdt.G/2007/PN.KLD yang terdaftar di Pengadilan Negeri Kalianda antara Kuasa Hukum dan Pihak Penyandang Dana, dengan klausula perjanjian sebagai berikut: “Kuasa hukum dari Pemilik Tanah berhak mendapatkan pembagian hasil (jasa/success fee) dari pemberi kuasa sebagai pemilik tanah yaitu sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dan Pihak Penyandang Dana mendapatkan pembagian hasil (jasa/success fee) yaitu sebesar 65 % (Enam puluh lima persen) dari nilai keseluruhan objek perkara setelah dipotong dengan biaya-biaya pengurusan perkara serta hak dari pemilik tanah selaku ahli waris”.

Kedua, Surat Kuasa Menjual dari Pemilik Tanah kepada Pihak Penyandang Dana pada tanggal 24 Oktober 2008 yang didaftarkan di Notaris yang pada intinya untuk mengurus surat-surat tanah dan menjual serta menerima pembayaran harga atas sebidang tanah warisan dari Almarhum orang Tua dari Pemilik Tanah yang terletak di Desa Srimulyo/Pemanggilan, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan Seluas ± 25.510 M².

Perjanjian ini dengan Klausula bahwa Pihak Penyandang Dana diberikan hak sepenuhnya untuk menentukan harga penjualan tanah dan dari hasil penjualan tanah seluruhnya Pemilik Tanah hanya meminta Rp. 2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah) yang pembayarannya dilakukan secara tunai. Selain kuasa untuk menjual, Pihak Penyandang Dana juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan keamanan terhadap Pemilik Tanah dan memberikan kebutuhan hidup sehari-hari selama proses pengurusan tanah ini selesai dan laku terjual;

Ketiga, Surat Kesepakatan antara Penyandang Dana selaku Kuasa Menjual dengan Pihak Penghubung dengan pembeli (selaku Makelar) berdasarkan Surat Kesepakatan/Perjanjian tanggal 30 Mei 2012 dengan Klausula bahwa Kuasa penjual menjual tanah tersebut seharga Rp. 3.773.200.000 (Tiga Miliar Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) sebagaimana Akta Jual Beli Nomor : 412/Pmg-2/III/2013 Tanggal 21 Maret 2013 dan apabila Pihak penghubung dengan pembeli mampu menjual tanah tersebut dengan nilai di atas kesepakatan, maka nilai lebih tersebut menjadi milik Pihak Penghubung dengan Pembeli (makelar).

Dalam perjalananya, Tanah yang dijual oleh Kuasa menjual terjual dengan harga sebesar Rp.10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar), sehingga kelebihan nilai menjadi milik Pihak Penghubung dengan Pembeli (makelar) yakni sebesar Rp. 6.226.800.000 (Enam Miliar Dua Ratus Dua Puluh Enam Juta Delapan Ratus Ribu Rupiah).

Pihak Penyandang dana telah menunaikan kewajibannya kepada Pihak Kuasa Hukum Pemilik Tanah guna memenuhi isi Perjanjian Kerjasama Tanggal 8 Juli 2008 dengan pembagian untuk kuasa hukum pemilik tanah sebesar Rp. 350.000.000,00 (Tiga Ratus Lima Puluh Juta rupiah) dan untuk Penyandang dana sebesar Rp. 650.000.000,00 (Enam Ratus Lima Puluh Juta rupiah), pembagian ini dihitung dari nilai jual yang disepakati antara Pemilik tanah dan Kuasa menjual (penyandang dana) berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 412/Pmg-2/III/2013 Tanggal 21 Maret 2013, Pihak Penyandang dana mendapatkan pembagian dari Pemilik tanah hanya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (Satu Miliar Rupiah).

Kuasa Hukum pemilik tanah belakangan mengetahui bahwa nilai jual tanah Kliennya sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah), bukan seharga Rp. 3.773.200.000 (Tiga Miliar Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) sebagaimana Akta Jual Beli Nomor : 412/Pmg-2/III/2013 Tanggal 21 Maret 2013, akibat kesalahpahaman tersebut Kuasa Hukum pemilik tanah melaporkan Penyandang Dana ke Polresta Bandar Lampung dengan laporan Polisi Nomor: TBL/8-1/2225/IV/2017/LPG/RESTA BALAM dengan masih mempersoalkan Kesepakatan Tanggal 8 Juli 2008 tanggal 27 April 2017.

Selain melaporkan Penyandang dana, Kuasa Hukum Pemilik tanah melayangkan Gugatan Wanprestasi ke Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang dengan Nomor Register Perkara: 170/Pdt.G/2018/PN.Tjk dan perkara ini telah diputus dengan amar putusan Menolak Gugatan Kuasa Hukum Pemilik tanah (selaku Penggugat) dan diperkuat oleh Hakim Banding Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dengan register perkara nomor: 34/PDT/2019/PT.TJK dan saat ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Adapun pertimbangan hakim menolak gugatan Kuasa Hukum Pemilik tanah (selaku Penggugat), karena Pihak Penyandang Dana berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Tanggal 8 Juli 2008 telah menyelesaikan prestasinya, adapun kelebihan dana adalah milik pihak penghubung dengan pembeli (makelar) bukan menjadi tanggungjawab Penyandang Dana.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam satu objek dapat diperjanjikan dengan beberapa pihak, selama memenuhi persyaratan yang mengikat timbulnya sebuah perjanjian. Di dalam perkara tersebut, Pihak penyandang dana tidak dapat dikatakan wanprestasi karena prestasinya sudah dipenuhi dan tidak bertentangan dengan Pasal 1243 KUHPerdata yang menjelaskan “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”, serta sudah terpenuhinya ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata “Tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. (Wagiman)

ADVERTISEMENT