Harian Koridor 3 months ago
Oleh:Gilang Adivia Ramadan,M.Rahman Adinata, Hengky Putrawan, Fanni Ricardo,Galang Fadilah Rahmawan (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung)
Bandar Lampung,Harian Koridor.com-Dalam Kehidupan Sehari-Hari, Manusia Tidak Dapat Terlepas Dari Hubungan Dengan Manusia Lainnya Untuk Dapat Memenuhi Kebutuhan Hidupnya. Hubungan Tersebut Akan Berlangsung Baik Apabila Ada Persesuaian Kehendak Diantara Para Pihak Yang Berhubungan. Untuk Mencapai Kesesuaian Kehendak Dalam Hubungan Tersebut Timbul Suatu Peristiwa Dimana Seseorang Berjanji Kepada Orang Lainnya Untuk Melakukan Suatu Hal. Hal Itu Dapat Berupa Kebebasan Untuk Berbuat Sesuatu, Untuk Menuntut Sesuatu, Untuk Tidak Berbuat Sesuatu Dan Dapat Berarti Keharusan Untuk Menyerahkan Sesuatu, Untuk Berbuat Suatu Hal, Atau Untuk Tidak Berbuat Sesuatu. Hal Ini Berarti Para Pihak Tersebut Melakukan Suatu Perjanjian Sehingga Antara Para Pihaknya Timbul Hubungan Hukum Yang Dinamakan Perikatan.
Hukum Perjanjian Dalam Kehidupan Bermasyarakat Sangatlah Dibutuhkan, Karena Dalam Setiap Interaksi Antara Individu Dengan Individu, Individu Dengan Badan Hukum, Dan Badan Hukum Dengan Badan Hukum Sangat Erat Kaitannya Dengan Suatu Kerjasama. Kerjasama Merupakan Salah Satu Contoh Dari Suatu Hubungan Hukum Atau Perbuatan Hukum Yang Mana Pasti Akan Melahirkan Suatu Hak Dan Kewajiban.
Suatu Hak Dan Kewajiban Biasanya Akan Dituangkan Di Dalam Suatu Akta Atau Surat Perjanjian. Surat Perjanjian Berdasarkan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yang Berbunyi “ Suatu Persetujuan Adalah Suatu Perbuatan Dimana Satu Orang Atau Lebih Mengikatkan Diri Terhadap Satu Orang Lain Atau Lebih”Meskipun Demikian, Adanya Asas Kebebasan Berkontrak Tetap Tidak Boleh Melanggar Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat Sah Perjanjian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Diatur Dalam Pasal 1320 – Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Surat Perjanjian Berdasarkan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yang Berbunyi; “Para Pihak Dalam Membuat Kontrak Bebas Untuk Membuat Suatu Perjanjian, Apapun Isi Dan Bagaimana Bentuknya.” Meskipun Demikian, Adanya Asas Kebebasan Berkontrak Tetap Tidak Boleh Melanggar Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat Sah Perjanjian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Diatur Dalam Pasal 1320 – Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Seperti Salah Satu Contoh Kasus Yang Telah Terjadi Di Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung, Bahwa Pada Tahun 2011 Telah Terjadi Sebuah Kasus Gadai Sebidang Tanah Kebun Kelapa Sawit Seluas 45 Ha Yang Di Mana Sang Pemilik Tanah Menggadaikan Tanah Tersebut Kepada Kerabatanya Dengan Alasan Mengalami Krisis Ekonomi Dengan Bukti Sebuah Akta, Di Bawah Tangan Yang Masing-Masing Telah Di Tandatangani Oleh Keduanya Dan Di Ketahui Oleh Kepala Kampung Setempat, Maka Dari Perjanjian Tersebut Tanah Kebun Kelapa Sawit Berhak Di Kuasai Oleh Kerabatnya, Tetapi Seiring Berjalannya Waktu Sang Pemilik Tanah Tersebut Meminta Kepada Kerabatnya Agar Tanah Kebun Kelapa Sawit Tersebut Di Kembalikan Kepadanya Tanpa Uang Tebusan Mengingat Keutungan Dari Hasil Tanah Kebun Kelapa Tersebut Tak Sebanding Dengan Uang Gadai Dan Menimbulkan Kerugian Yang Sangat Besar, Berdasarkan Fakta Hukum Semestisnya Kerabatnya Harus Mengembalikan Semua Kebun Kelapa Sawit Milik Si Penggadai Tanpa Uang Tebusan, Tetapi Kerabatnya Tetap Tidak Mau Jika Uang Gadai Tidak Di Bayar.
Berdasarkan Uraian Kasus Tersebut Diatas Penulis Beranggapan Bahwa Penyelesaian Kasus Dari Para Pihak Menurut Hukum Perdata Adalah Sebagai Berikut.
Menurut Hukum Perdata Perjanjian Yang Dilakukan Oleh Kedua Belah Pihak Merupakan Perjanjian Gadai Dasar Hukum Gadai Terdapat Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 Sampai Pasal 1160,Melainkan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Sebagai Mana Diatur Dalam Pasal 1320 Kuhpdt Dikarenakan Adanya Subjek Ketiga Yang Mana Bahwasannya Tanah Kebun Tersebut Milik Negara Untuk Itu Menurut Yurisprudensi Gugatan Yang Tidak Lengkap Dan Tidak Sempurna Menurut Ketentuan Hukum Acara Karena Adanya Kekeliruan Harus Di Nyatakan Tidak Diterima Bahwasannya Dalam Pokok Perkara Menyatakan Bahwa Gugatan Penggugat Kabur Dan Menyatakan Gugatan Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi Tidak Dapat Diterima Dengan Mengadili Dalam Pokok Perkara Menyatakan Bahwa Gugatan Penggugat Kabur (Obscuur Libel) Dan Gugatan Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard.)
Kesimpulan Berdasarkan Penjelasan Penyelesaian Prestasi Pada Uraian Diatas Bahwa Menurut Penulis Contoh Kasus Diatas Terjadi Suatu Perbuatan Melawan Hukum Akibat Dari Perjanjian Yang Ada Sehingga Salah Satu Pihak Melalukan Wanprestasi, Maka Dari Itu Apabila Kasus Diatas Tidak Bisa Di Selesaikan Secara Kekeluargaan Maka Salah Satu Pihak Dapat Menggugat Ke Pengadilan Setempat. Menurut Pasal 142 R.Bg/118 Hir Dan Pasal 144 R.Bg/120 Hir Menetapkan Syarat Formulasi Atau Isi Gugatan, Akan Tetapi Sesuai Dengan Perkembangan Praktik, Ada Kecenderungan Yang Menuntut Formulasi Gugatan Yang Jelas Fundamentum Petendi (Posita) Dan Petitum. Petitum Gugatan Harus Sejalan Dengan Dalil Gugatan, Petitum Mesti Bersen Atau Konsisten Dengan Dasar Hukum Dan Fakta-Fakta Yang Dikemukakan Dalam Posita. Tidak Boleh Terjadi Saling Bertentangan Atau Kontraversi Diantaranya, Apabila Terjadi Saling Bertentangan Mengakibatkan Gugatan Mengandung Cacat Formil Sehingga Gugatan Dianggap Kabur (Obscuur Libel).