Penulis Martha -24 Desember 2019 Share
Oleh :
Muhammad Affandi, H. Ronaldo Munthe, Muhammad Randy Rizki. Z
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung)
Indonesia sebagai negara yang menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi dan pancasila sebagai dasar negara, dan juga sandaran dalam pembentukan hukum menjadikan segala aktivitas yang kita lakukan harus berdasarkan hukum yang berlaku begitu juga mengenai pertanahan. bagi masyarakat indonesia tanah adalah suatu hal yang sangat dimaknai dan di hormati ini bisa dilihat begitu banyak pengunaan kata tanah seperti hal nya tanah air ku. dalam masyarakat Indonesia terutama masyarakat adat pun sangat menjunjung dan menghormati tanah atau yang disebut dengan hak ulayat.
Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria (disebut UUPA), yang mengakui keberadaan hak-hak atas tanah adat yang berlaku diwilayah Indonesia, namun hak ulayat ialah tanah yang digunakan oleh seluruh warga masyarakat adat yang tinggal disuatu daerah tertentu dan dimiliki oleh seluruh masyarakat adatnya.
Namun disamping tanah ulayat adanya tanah dengan status hak milik yang dimiliki oleh perseorangan membuat dibutuhkan instrument hukum yaitu melalui sebuah penerbitan Sertifikat tanah sebagai barang bukti terkuat untuk menunjukan bahwa tanah tersebut sesunguhnya memang tanah yang sudah terdaftar di Negara dengan nama pemilik akta yang sah, menurut peraturan pemerintah (PP) nomor 24 tahun 1997 pasal 32 berbunyi Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Untuk memenuhi dan melengkapi mengenai hak dasar tanah dengan mengurangi adanya perselisihan terhadap lahan yang begitu banyak terjadi diberbagai daerah di Indonesia , Presiden saat ini membuat terobosan dengan melakukan sertifikasi tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL). Program PTSL dikerjakan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Dengan melihat adanya program ini pemerintah sudah sangat baik dalam melaksanakan ketentuan dalam undang-undang dasar 1945 untuk mengupayakan kesejahteraan di tengah masyarakat dalam bidang pertanahan melalui pendaftaran tanah dengan tujuan penerbitan sertifikat, dengan diundangkan nya undang-undang nomor 24 tahun 1997 tentang (pendaftaran tanah) dan, Peraturan Menteri Agararia dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Ini terlihat adanya Keseriusan pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat melalui legalisasi pertanahan yang harus diikuti oleh semangat masyarakat untuk segera mengikuti program dan arahan dari pemerintah. Namun selain itu dalam program PTSL ini terlihat adanya Kesan terburu-buru yang sulit dilepaskan kalau lebih teliti lagi ada beberapa perubahan peraturan dan petunjuk pelaksanaan PTSL yang sering kali berubah. Tercatat perubahan peraturan PTSL ini telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Jika dilihat dalam proses Perubahan ini menandakan adanya ketidakmatangan strategi dan konsep program PTSL.
Peraturan dibuat dan ditetapkan kemudian direvisi kembali ini terlihat seperti adanya tambal sulam pada peraturan tersebut. Banyak nya peraturan dilibatkan serta banyaknya masalah teknis dan “politis” di lapangan menjadi salah satu alasan perubahan-perubahan peraturan ini. Dan juga Hal ini sedikit lebih rumit mengingat, program yang dibentuk oleh pemerintah ini mengenai peraturan tentang PTSL hanya diterbitkan dalam peraturan hukum setingkat Peraturan Menteri saja bukan berdasarkan undang-undang.
Sementara adanya pertentangan beberapa asas hukum yang termanifes dalam peraturan setingkat Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 “tumpang tindih” dengan Permen ATR/Ka. BPN yang mengatur tentang percepatan program PTSL. permasalahan penting lain nya terkait kepastian hukum pelaksanaan pendaftaran tanah ialah mengenai asas publisitas. Asas ini mengatur dan menjamin bukti kepemilikan hak tanah dimana setiap permohonan pendaftaran harus dilakukan pengumuman data fisik dan data yuridis selama waktu tertentu. Dalam Pasal 26 peraturan pemerintah Nomor. 24 tahun 1997, diberikan waktu 30 hari bagi setiap orang yang ingin melakukan pengajuan keberatan. Waktu ini dapat digunakan untuk mengajukan blokir dan/atau gugatan oleh pihak yang bersengketa. Tetapi, dalam Permen ATR/Ka. BPN Pasal 24 Nomor. 6 tahun 2018, tenggat waktu ini diperpendek menjadi 14 hari saja-tanpa sebelumnya mengubah ketentuan pasal 26 peraturan pemerintah Nomor. 24 tahun 1997. Perbedaan waktu ini hanya berselisih 16 hari, namun kemungkinan akan timbul nya sengketa yang akan menyulitkan untuk mensukseskan program PTSL ini di kemudian hari nanti. Apalagi dengan kita melihat ada nya asas peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi ( lex superiori derogate lex inferiori ) membuat pelaksanaan publikasi 14 hari akan ada nya pertentangan hukum mengingat karena bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Program PTSL ini Selain untuk mengurangi terjadi nya sengketa pertanahan dan untuk memajukan kemakmuran rakyat dan bangsa, Namun program PTSL di jadikan ladang uang oleh oknum yang memanfaat kan program ini untuk mengeruk keuntungan semata dengan dalih uang capek, pungutan liar yang dilakukan oleh oknum dalam program PTSL ini, bukan hanya di tingkat BPN saja bahkan sampai tingkat kelurahan maupun RT ini terlihat banyak nya berita di media massa tentang keluhan yang dialami oleh masyarakat, padahal sesunguh nya program ini di gratiskan oleh pemerintah untuk mempercepat proses pendaftaran yang di peruntukan kepada masyarakat luas.
Seharusnya pemerintah harus lebih tegas dan teliti lagi dalam upaya pembrantasan pungli yang mana akan menimbulkan dampak kepada masyarakat untuk mengurungkan niat nya dalam melaksanakan proses pendaftaran tanah ini. dengan memberikan sanksi yang tegas yang dilakukan oleh pemerintah sehingga apa yang di harapkan dan dicita-citakan terciptalah suatu manfaat yang lestari, optimal, seimbang dan serasi untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarak dan bangsa Indonesia.