Oleh : Rafiqo Mauli Novita, Mira Silviana Sintia Putri dan Zullya Wijaya.
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung
Perdagangan orang (human trafficking) bukan merupakan fenomena baru di dunia bahkan ada negara-negara yang dianggap sebagai negara paling tinggi tingkat terjadinya kejahatan perdagangan orang, diantaranya adalah Indonesia. Fenomena tentang adanya tindak pidana trafficking merupakan suatu persoalan serius yang penting disikapi oleh pemerintah maupun aparatur pemerintah negara lainnya yang secara khusus mengatur tentang penghapusan tindak pidana trafficking.
Karena masih banyak terjadi peristiwa perdagangan anak yang bahkan dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya dengan menggunakan modus prostitusi demi mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Saat ini perdagangan orang dengan modus prostitusi ini semakin marak terjadi, baik dalam lingkup domestik maupun yang telah bersifat lintas batas negara.
Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dimaksud dengan Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang. Menurut UU TPPO, pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pemidanaan pada kasus ini biasanya pelaku dijatuhi hukuman sebagaimana ketentuan Pasal 2 Ayat (1) dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (Seratus Dua Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (Enam Ratus Juta Rupiah).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) perdagangan manusia ini sudah termasuk ke dalam perusahaan kriminal terbesar karena nilainya sudah mencapai tingkat ketiga di dunia dan menghasilkan sekitar 9,5 juta Dollar Amerika Serikat (AS) dalam pajak tahunan dan merupakan perusahaan kriminal paling menguntungkan dan sangat terkait dengan pencucian uang, perdagangan narkoba, pemalsuan dokumen dan penyelundupan manusia. Berkaitan dengan hal itu PBB telah meluncurkan prakarsa baru untuk memberantas Perdangan Orang dan juga PBB sebagai organisasi negara-negara dunia telah mengaturnya ke dalam United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC) atau yang dikenal juga sebagai Konvensi Palermo tahun 2000.
Perdagangan manusia juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia serta termasuk dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perdagangan manusia di Asia umumnya terdiri dari perempuan dan anak-anak yang dipaksa terjun menjadi pelacur dan di Indonesia juga kasus perdagangan anak telah mencapai tingkat sangat memprihatinkan. Perdagangan anak ini sangat berhubungan erat dengan kesejahteraan penduduknya, sebagian besar anak yang diperjualbelikan berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi, dengan pelaku tak jarang adalah orang tuanya sendiri.
Dalam hal seperti ini Pemerintah sangat peduli dan telah menyediakan beberapa langkah kebijakan untuk melindungi hak-hak anak penerus bangsa.
Begitu pula dalam sudut pandang Islam praktik trafficking secara terang benderang adalah tindak kejahatan terhadap kemanusiaan yang pasti bertolak belakang dengan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW sangat mengecam tindakan kejahatan semacam trafficking, karena bagaimanapun juga tindak trafficking sangat tidak manusiawi, mengingat praktek ini memiliki dampak yang tidak sejalan dengan tuntutan Syariat Agama Islam yakni tidak boleh membuat bahaya terhadap orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Hal ini merupakan kaidah yang menerangkan bahwa penjualan orang tidak diperbolehkan karena membahayakan bagi orang lain karena merusak kehormatan, maka dari itu pemerintah atau siapapun yang berwenang harus memberlakukan sanksi yang tegas bagi pelaku tindak pidana trafficking dan memberikan hukuman yang setimpal dan maksimal.
Perdagangan orang yang sangat menonjol terjadi adalah perdagangan anak dan perempuan yang dikaitkan dengan industri seksual yang saat ini mulai menjadi perhatian masyarakat. Tentu saja tidak dapat disimpulkan bahwa fenomena ini baru terjadi, kemungkinan fenomena ini sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu, namun kemungkinan terjadi dalam skala kecil atau karena kegiatannya selama ini terorganisir dengan sangat rapih, sehingga tidak menarik dan tidak dapat dijangkau oleh media-media pemberitaan terkait hal tersebut.
Pada dasarnya usaha perlindungan anak sudah sejak lama ada, baik pengaturan dalam bentuk-bentuk Peraturan dari Pemerintah maupun organisasi sosial, namun usaha itu belum menunjukan hasil yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang yang memaksa seseorang anak untuk melakukan tindak pidana prostitusi dan hal lainnya demi untuk membantu perekonomian keluarga, ini artinya orang tua atau seseorang yang membujuk memaksa menyuruh anak untuk melakukan sesuatu dan mengeksploitasi anak, maka telah melanggar hak-hak anak yang tercantum dalam Peraturan Perundang-Undangan.
Beberapa tahun lalu di Lampung juga pernah terjadi kasus trafficking dengan modus Prostitusi sesama jenis yang mengakibatkan korban menderita trauma.
Perlindungan bagi korban dilakukan meliputi perlindungan psikis dan fisik, norma perlindungan ini diukur dari tingkat ancaman terhadap pihak korban, juga kepada aparat penegak hukum baik itu Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara, maupun Lembaga Permasyarakatan maupun yang bertugas untuk penegakan hukum, termasuk para wartawan media cetak maupun elektronik yang meliput suatu peristiwa pidana yang memiliki resiko tinggi, diperlukan kesadaran dan peran serta seluruh masyarakat, penyelenggara negara dan aparat penegak hukum dalam pengungkapannya. Selama ini masalah trafficking dan eksploitasi anak hanya berfokus pada masalah yang sudah terjadi dan penyelesaian terhadap penanganan kasus, sementara upaya pencegahan dan pemenuhan terhadap hak anak kurang menjadi perhatian dari pemerintah dan masyarakat.
Prostitusi sesama jenis tidak dapat menyalahkan pelaku saja, karena bisa jadi korbanlah sebagai pelakunya atau korban memiliki peranan dalam terjadinya suatu tindak pidana, maka dari itu pentingnya peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di tiap tingkatan Satuan Kerja Daerah yang memiliki tugas dan fungsi yang erat kaitannya dengan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus merumuskan strategi perlindungan anak melalui upaya-upaya pemberian perlindungan, menyelenggarakan pembinaan umum dan koordinasi di bidang kesetaraan gender, bidang perlindungan perempuan dan anak, bidang data dan informasi dan juga sinergitas antar masyarakat harus lebih solid dalam upaya memerangi predator anak.
Upaya dalam menekan Tindak Pidana Trafficking ini diperlukan kesadaran dan peran serta seluruh lapisan masyarakat, penyelenggara negara dan aparat hukum, karena upaya pencegahan dan pemenuhan terhadap hak anak kurang menjadi perhatian sehingga perlu penguatan di masyarakat, serta diharapkan ketentuan dari setiap Undang-Undang yang mengatur mengenai prostitusi di Indonesia dapat diimplementasikan dengan efektif untuk menjerat para pengguna atau pelaku prostitusi baik secara terselubung maupun konvensional.