Dalam menyoal kegerahan masyarakat terhadap Pihak yang dianggap kebal hukum dalam sebuah negara hukum meskipun sudah di laporkan belum diproses oleh penegak hukum, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh publik.
Pertama apakah persoalan ini dilaporkan secara lisan atau tertulis, kedua apakah dilampiri bukti-bukti awal atau tidak, ketiga harus ada kronologis peristiwa hukum yang berkesesuaian dan keempat apakah ada oknum penegak hukum dijajaran yang bersangkutan di tengarai ikut bermain di persoalan yang sedang terjadi di masyarakat tersebut.
Dalam sistem penegakan hukum (Law Enforcement) itu ada 3 (tiga) hal yang harus dipahami Pertama, bahwa apakah
perbuatan pelaku masuk dalam rumusan perbuatan yang diatur dalam Undang-Undang (Substansi Hukum), misalkan dugaan penyelewengan dana desa, potongan insentif dan lain-lain sehingga masuk dalam perbuatan yang diatur di dalam substansi hukum.
Kedua, bahwa bagaimana sikap penegak hukumnya (struktur hukum) apakah responsifkah dan permisifkah atau sikap yang mencerminkan bagian dari penegak yang sudah tidak merdeka karena sudah menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri.
Ketiga, bagaimana budaya masyarakat (kultur hukum) atas perbuatan yang terjadi toleransikah atau pembiaran saja terhadap peristiwa yang terjadi.
Kalau membaca peristiwa yang sering dipaparkan di tengah masyarakat ada 2 (dua) sistem penegakan hukum yang sudah dipenuhi yakni substansi hukum dan kultur hukum, sementara struktur hukumnya diduga ada persoalan karena kadang merespon dengan lambat laporan dari masyarakat.
Pada dasarnya ketiga hal ini (Substansi Hukum, Struktur Hukum dan Kultur Hukum) sebagaimana teorinya Lawren M Friedman harus menjadi satu kesatuan yang utuh saling mendukung dan berhubungan satu dengan lainnya menjadi sebuah sistem hukum, sehingga tercipta law enforcement dengan output supremasi hukum yang bercita rasa keadilan masyarakat.
Kita perlu apresiasi sebagian masyarakat karena pada saat ini mereka berani untuk melaporkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Persoalan hukum, hal ini tentunya sudah memenuhi rumusan aturan Perundang-undangan khususnya yang ada di dalam Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjelaskan bahwa setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Perlu juga masyarakat ketahui bahwa tidak ada satupun manusia di muka bumi yang kebal terhadap hukum karena ada implementasi dari asas equality before the law (asas kesamaan di depan dan dihadapan hukum) bagi setiap warga negara.
Oleh karena tidak ada yang kebal hukum disebuah negara hukum, maka harus tetap dikawal seluruh persoalan hukum yang ada di tengah masyarakat, sehingga perlu di dorong agar setiap laporan dari masyarakat kepada penegak hukum tersebut segera ditindaklanjuti, karena hal ini bertujuan untuk menghindari dugaan dari masyarakat yang miring dan dapat mencoreng lembaga karena dianggap menjadi bagian dari kejahatan itu jika tidak bertindak.
Penulis:
Gindha Ansori Wayka
Praktisi dan Akademisi di Bandar Lamung
Dan Koorpres KPKAD LAMPUNG